DEMOKRASI ZAMAN ORDE LAMA
Pada zaman orde lama di bawah kepemimpinan Bung Karno, saat itu Indonesia baru menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah Indonesia setapaK demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan.
Setelah presiden Soekarno turun, secara otomatis rezim orde lama juga terhenti. Bersamaan dengan itu, maka lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tak lain adalah orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun. Pada awalnya cukup demokratis, tapi itu hanya berjalan sementara saja. Banyak orang yang bersikap kritis ditangkap kemudian dipenjara. Tak jarang terjadi penculikan-penculikan terhadap sejumlah tokoh pergerakan. Bahkan seluruh gerakan mahasiswa diberangus karena dinilai mengganggu stabilitas negara. Pemberangusan itu ternyata tidak membuat mereka putus asa. Mereka terus berusaha walaupun secara diam-diam. Dan pada akhir 1990-an, ketika Indonesia mulai didera krisis, para generasi muda dari kalangan mahasiswa itu kembali melakukan berbagai gerakan menuntut pertanggung jawaban terhadap rezim orde baru. Namun, gerakan-gerakan yang mereka lakukan tidak serta-merta berhasil, baru pada tahun 1998, mereka berhasil menumbangkan penguasa orde baru yang dikenal sebagai penguasa diktator dan korup.
Walaupun demikian, sebenarnya pada masa orde baru, kalau dilihat dari segi fisik, Indonesia sangat berkembang dan maju. Di berbagai tempat -terutama di kota-kota besar- bangunan-bangunan besar dan mewah didirikan. Tapi kalau ditinjau dari segi politik, semakin menurun. Karena ‘trias politika’ sebagai lembaga-lembaga tertinggi negara, yang berfungsi hanya lembaga eksekutif saja, sementara dua lembaga lainnya, baik itu lembaga legistatif dan yudikatif kurang atau bahkan tidak berfungsi sama sekali. Kedua lembaga ini tunduk di bawah lembaga eksekutif. Keduanya tak lebih hanyalah sebagai ‘robot’ yang gerak-geriknya diatur oleh lembaga eksekutif. Demikian juga dari segi ekonomi, selama orde baru berkuasa, kurang berkembang, bahkan mengalami krisis yang berkepanjangan.
Pelajaran dari kegagalan Majlis Konstituante, kegagalan G.30 S PKI, kejatuhan orde Baru dan kegamangan reformasi adalah bahwa sebenarnya bangsa ini menginginkan konsistensi pada semangat proklamasi 45. Bung Karno membungkam demokrasi liberal dengan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada semangat 45. Sayang, karena terlalu lama duduk dalam kursi kepresidenan, Bung Karno terlena sehingga menerima jabatan Presiden Seumur Hidup (feodal), dan mengubah semangat 45 menjadi Demokrasi Terpimpin dan Nasakom. Puncak dari penyimpangan itu adalah tragedi Gerakan 30 September PKI yang sekaligus memaksa Presiden Pertama RI turun dari kursi kepresidenan. Perilaku yang menyimpang dari fitrah proklamasi 45 biasa disebut sebagai orde lama.
Suharto tampil dalam panggung sejarah me¬nyelamatkan negara dan bangsa, dengan semangat kembali ke Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Karena orde Suharto mengkoreksi Orde lama, maka periode Presiden Suharto disebut Orde Baru. Kehadiran Pak Harto sungguh dielu-elukan rakyat, tetapi sayang, beliau juga terlena hingga duduk di kursi kepresiden selama tujuh periode, dan kesa¬lahan orde lama terulang, yaitu semangat Panca Sila dan UUD 45 dikalahkan oleh kekuasaan (feodal). Demokrasi yang diberi label Pancasila (Demokrasi Pancasila) mengubah demokrasi menjadi rekayasa demokrasi. Masa jabatan yang terlalu lama akhirnya diakhiri secara paksa oleh gerakan reformasi, Presiden Suharto meletakan jabatan ketika usia kabinet terakhir yang dibentuknya belum berusia seratus hari.
Krisis Jati Diri
Era reformasi ditandai dengan semangat perubahan, mengubah paradigma orde baru dengan paradigma lebih baru yaitu reformasi, bukan revolusi. Dalam praktek semangat reformasi overload, sehing¬ga peru¬bahan yang mestinya dilakukan secara hati-hati dan sistematis berubah menjadi semangat menggusur semua hal yang berbau Suharto. Dalam era reformasi hampir tidak ditemui seorangpun politikus besar yang berkapasitas negarawan, karena pada masa kepemimpinan Presiden Suharto yang berlangsung selama 30 tahun, setiap kali muncul tokoh yang berbakat negarawan, pasti tidak diberi kesempatan muncul ke panggung politik karena dipandang sebagai ancaman kemapanan. Tanpa panduan seorang ne¬garawan yang berpandangan jauh, kebebasan selama era reformasi berubah menjadi anarki, anarki sosial, anarki politik dan anarki konstitusi.
Selasa, 24 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar